Minggu, 05 Mei 2013

Seri Ife dan Tsuraya 02 : Bermain Koki-kokian

Sumber gambar : Hi5

Cerah sekali udara di hari minggu itu. Tsuraya sudah berdiri di depan rumah. Ia menunggu sahabatnya, Ifeco. Mereka berdua berjanji akan bermain koki-kokian di dekat padang ilalang. 

Tsuraya mulai gelisah. Ifeco tidak muncul-muncul di hadapannya. Padahal ia sudah siap sejak dari tadi. Digerak-gerakkannya sepatunya untuk mengusir kegelisahannya. Sepatu merah menyala itu nampak berkilau. Sepatu baru itu  dipakai pertama kalinya. Merupakan hadiah dari pamannya yang baru datang dari negeri Hawai sana. Dan baju kuningnya yang indah itu juga hadiah ulang tahun dari pamannya. Paman Tsuraya cukup kaya. Ia bekerja di kapal pesiar. Sebulan sekali pergi mengunjungi keluarganya.

Ketika Tsuraya sedang menggerak-gerakkan bajunya, tanpa disangka Ife sudah ada di sampingnya.

"Hai, selamat pagi," sapa Ifeco ramah.

Tsuraya sedikit kaget. Ia tertawa kecil melihat dandanan Ifeco pagi itu.

"Kau...kau sudah seperti seorang koki sekarang. Dan itu...?" Tunjuknya sambil melihat handuk kecil berwarna putih di tangannya.

"Ini adalah lap yang akan digunakan nanti untuk melayani Tuan Putri."

Mereka pun tertawa.


Tak lama keduanya mengangkut meja kecil untuk ditaruh dekat padang ilalang. Lalu Ife balik mengangkat kursinya dan Tsuraya membawa barang-barang yang diperlukan. 

Setelah keduanya siap, Ife berdiri dan memandang Tsuraya dengan binar matanya.

"Mari kita mulai sekarang."

Tsuraya tersenyum malu-malu. Ia pun duduk di kursi dengan gaya seorang putri. 

Angin bertiup lembut. Tsuraya, putri kecil nampak sedang memainkan topinya. Sebentar-sebentar ia melihat cermin. Tiba-tiba seorang koki datang kepadanya.

"Selamat pagi, Tuan Putri," sapa Ife yang berpura-pura jadi koki.

"Ya, pagi," jawab Tsuraya. Suaranya dibuat selembut mungkin.

"Hendak sarapan apakah Tuan Putri pagi ini?"

"Secangkir teh manis dan beberpa roti rasanya nikmat menemani pagiku di taman ini."

Si koki segera undur diri dan pura-pura memasak air dan menyiapkan segala sesuatunya. Kemudian ia menyuguhkan teh itu ke gelas di depan Putri Tsuraya.

"Teh manis yang menyegarkan untuk Tuan Putri," kata koki Ifeco sambil membungkukkan badannya.

Tuan putri tersenyum senang. Ia pun meneguk air teh yang sudah dituangkan.

"Maukan kau menemaniku sarapan?"

Si koki kelihatan kikuk.

"Tidak apa, kau hanya duduk dan kita mengobrol ringan."

Dengan ragu si kokipun duduk di depannya.

Tapi yang terjadi mereka lupa kalau mereka sedang menjadi tuan putri dan si koki. Mereka bercanda, tertawa-tawa dan makan dan minum bersama.

Tiba-tiba suara burung di sekitar mereka seakan tiada. Langit mendung dan nampak semakin gelap.

"Ada apa ini ini, Tsuraya?" Tanya Ifeco, lupa kalau mereka belum menutup permainan sandiwaranya.

"Aku tidak tahu."

"Sebaiknya kita pulang."

"Aku setuju."

"Tapi kita harus mengangkat dulu semua peralatan."

"Aku kira tinggal dulu saja. Sepertinya sesuatu akan terjadi."

Tetapi sebelum mereka beranjak,mereka melihat sebuah benda hitam yang bergerak beputar. Padang ilalang menjadi kacau balau. 

"Itu...itu...terbata Tsuraya. Matanya tak lepas memandangi benda itu.

"Itu angin puting beliaung!" Ifeco berteriak panik. Segera ia tarik tangan Tsuraya dan mengajaknya berlari. Mereka berdiam di bawah pohon beringin besar sambil berpegangan tangan. Betapa takutnya mereka karena melihat meja kursi yang diduduki tadi terbang melayang. Angin itu sudah berada dekat mereka. Tangan mereka pun berpegangan erat sekali.

Mereka mendengar suara berdesing keras. Angin itu lewat di depan mereka. Mereka rasakan akan terseret. Untungnya angin itu hanya lewat dan menggoyangkan badan mereka. Topi tuan Putri Tsuraya ikut terbang entah kemana. Sesudah angin itu pergi, Tsuraya terduduk dan menangis.

"Topi itu pemberian paman," isaknya. "Paman tak akan kembali lagi kecuali enam bulan ke depan."

"Jangan sedih, Tsuraya. Kita selamat dari angin itu suatu keuntungan bagi kita,"

Tsuraya diam. Ia melihat angin itu menjauh dan hilang tak terlihat lagi.

Dan peralatan mereka terlihat jauh bertebaran dan tak berbentuk bagus lagi.

Tiba-tiba seseorang datang dan memanggilnya.

"Tsuraya!"

Tsuraya terbelalak. Ia hampir tak percaya. Pamannya berlari ke arahnya. Ia pun segera memeluk dan menangis.

"Kau tak apa-apa, Sayang?"

"Kau juga?" Tanyanya pada Ifeco.

"Ayo, segera berlindung di rumah."

Ketiganya bergegas menuju rumah yang cukup jauh dari sana.

"Kau sedang apa di dekat padang ilalang?" Paman kelihatan cemas.

"Bermain koki-kokian."

"Untunglah kau selamat. Paman baru datang dan mencemaskanmu tidak ada di rumah hari minggu begini?"

"Kemana kedua orangtuamu?"

"Ke kota mencari makanan instan,"

"Oh...."

Tsuraya pun senang, tanpa disangkanya pamannya datang. Ia membawa oleh-oleh yang sangat banyak berupa mainan masak-masakan dan alat-alat kedokteran. Ia tersenyum sendiri. Besok ia bisa bermain koki-kokian lagi, atau...dokter-dokteran!

***





1 komentar:

Korap Cak mengatakan...

tulisan yg cukup menarik,
tetap semangat menulis di hari buku nasional ini :)
jgn lupa follow balik blog baru kami di http://korap-cak.blogspot.com